Photobucket - Video and Image Hosting catatan kecil birunya langit: October 2006

Monday, October 30, 2006

Dimana kos menjadi bebas...........

Pulang kembali ke Yogya adalah menelusuri kembali jejak – jejak lama.Ada keriangan yang tak pernah kering yang membias di benak.Bukan hanya sepercik harum seperti kata Katon,tapi berupa hempasan rindu yang menghadirkan pendar-pendar bahagia.

Bertemu dengan teman lama,berkumpul kembali dan melangsungkan obrolan yang tidak putus-putusnya seolah waktu tidak pernah merangkak sedemikian jauh.Dan lukisan masa lalu kembali digelar dalam canda tawa bersama.

Satu persatu saya sambangi tempat favorit tempo dulu.Tempat yang semuanya berlabel murah meriah sesuai dengan ukuran kantong mahasiswa.Ada beberapa tempat yang selalu saya kunjungi bersama rekan-rekan untuk sekedar melepas kejenuhan.Bioskop Widya di Alun alun Utara yang selalu menyajikan film-film berkualitas meskipun bukan pada pemutaran perdana.Warung bakso Cak Mahmud di Jalan Gajah Mada,Warung gado-gado Lempuyangan atau Warung bakmi Mbah Mo.

Ada satu tempat yang sebenarnya saya ingin juga mengunjungi,sebuah kos-kosan yang biasa kami pakai sebagai tempat kumpul.Sebenarnya seorang temanlah yang tinggal di kos tersebut.Hanya saja saya bersama sejumlah rekan terbiasa berlama-lama nongkrong di tempat ini.Tidak seperti tempat kos lainnya yang dibuat terpisah dengan sang pemilik,tempat kos satu ini menjadi satu dengan pemilik rumah.Sang pemilik rumah menggunakan lantai pertama untuk tinggal bersama keluarganya dan membuka toko kelontong,sedangkan lantai atas ada 4 kamar yang disewakan.Sebuah tempat kos yang sangat nyaman untuk ukuran waktu itu.Kamar yang luas dengan ranjang ukuran besar sehingga memungkinkan satu kamar dipakai 2 orang sekalipun.Tentu saja hal tersebut dibarengi dengan harga yang sedikit lebih mahal dibanding kos-kosan tempat lain.Karena berada satu tempat dengan sang pemilik rumah,maka kos ini memperlakukan jam malam.Sudah menjadi kebiasaan apabila kami keluar malam,maka dapat dipastikan teman saya tidak bisa masuk ke tempat kos tersebut,maka tempat sayalah yang menjadi penampungan sementara bagi teman yang terkena jam malam.

Semalam secara tak sengaja saya melewati tempat tersebut.Membeli rokok adalah alasan utama saya untuk mampir.Tak banyak perubahan di tempat itu,baik dari bentuk bangunan maupun barang-barang yang dijual.Bahkan gempa bumi yang belum lama berlangsung pun tak membuat retak sedikitpun bangunan tersebut.Malam sudah sedemikian larut.Jalanan mulai lengang hanya menyisakan satu dua pengendara sepeda motor yang lewat.Dan bapak pemilik kos itu nampak terkantuk-kantuk di pojokan ruangan menunggu pembeli.Agak lama saya memanggil bapak itu,kantuk yang menyerang atau mungkin usia yang sudah menua membuat bapak tersebut tak kunjung menyahuti panggilan saya.

Ketika bapak tersebut menghampiri saya,nampak sekali bapak itu tidak lagi mengenali saya.Langkahnya masih gagah bahkan nampak makin gaya dengan rambut dibiarkan sedikit memanjang.
“Cari apa,Mas?”,tanya bapak itu.
“Minta sebungkus star mild,pak”.
Setelah membeli rokok,saya sedikit berbasa basi dan mengenalkan diri.Rupanya bapak itu mulai mengenali saya.Akhirnya terjadilah obrolan yang sangat panjang.
“Sekarang kos-kosan ini nggak laku,Mas”,kata bapak itu.
“Lho,bukannya tempatnya bagus,pak”.
“Masalahnya banyak penghuni kos yang memilih tempat kos yang bebas segalanya,sementara saya tidak mungkin untuk membiarkan tempat kos ini menjadi tempat kos yang bebas”.

Saya mengangguk-angguk,dari dulu teman saya juga tidak menyukai tinggal di tempat tersebut.Namun berhubung orang tua teman saya mengkhawatirkan perkembangan pendidikan anaknya dan takut terjebak dalam pergaulan yang menyesatkan,maka orang tua teman tadi memang sengaja menitipkan anaknya kepada pemilik kos tersebut.Belum tentu efektif memang,terbukti teman saya masih suka kabur-kaburan sampai malam,sekalipun itu hanya sekedar kelayapan di malam minggu.Maka kalau Iip Wijayanto mengklaim bahwa 97% mahasiswi di Yogya sudah tidak perawan lagi,mungkin hal tersebut dimulai dari tempat kos yang bebas itu.Akhirnya menjadi sebuah dilema membuat kos-kosan bebas yang laku atau membuat kos-kosan dengan peraturan ketat tapi dengan resiko tidak laku.Pilihan pertamalah yang banyak ditempuh,meski dengan resiko menjadi ajang penyalahgunaan sex,toh bisnis harus jalan.Dan ketika bisnis menjadi prioritas maka pertimbangan moralitas biasanya akan dikesampingkan.Ataukah ada pilihan lain?.

Sunday, October 29, 2006

Penginapan murah itu................

Percayakah anda terhadap iklan?Rasanya kebanyakan orang akan menjawab bahwa mereka tidak terlalu yakin dengan kebenaran sebuah iklan.Meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa sekalipun iklan tidak dipercaya kebenarannya namun iklan telah berhasil mendorong orang untuk menggunakan produk yang diiklankan tersebut.

Karena tertarik dengan iklan itu pula,ketika seorang teman bersama keluarganya mampir ke Yogyakarta,maka saya sarankan untuk menginap di sebuah penginapan murah.Sebenarnya sangat banyak penginapan murah di kota ini.Namun karena tidak terbiasa menyambangi tempat penginapan,maka saya kurang tahu persis tempat dimana penginapan murah tersebut.

Setelah menemui teman saya dan keluarganya di kawasan Malioboro,maka teman tersebut saya bawa ke penginapan murah yang iklannya saya lihat sewaktu melewati tempat tersebut.Tertulis disitu “Penginapan murah Rp. 20.000,- semalam”.Cukup jauh memang dari kawasan Malioboro,namun kesan mahal kawasan Malioboro terhadap wisatawan lokal membuat teman saya tadi ciut nyalinya.Apalagi ditunjang banyaknya calo yang berkeliaran mencari komisi dari jasa menarik konsumen.Padahal calo-calo di kawasan Malioboro cukup sopan dan tidak berkelakuan layaknya calo tiket di terminal bus,namun tetap saja rasa takut kemahalan harga tetap menyeruak.Maklum saja anggaran mudik sudah memasuki lembaran-lembaran terakhir kertas bergambar bapak proklamator kita.

Maka dengan menggunakan sepeda motor saya menjadi pemandu jalan bagi teman saya sekeluarga.Beriringan kami menuju jalan Parangtritis,tempat dimana iklan penginapan murah tadi saya lihat.Ternyata tempatnya cukup luas,deretan penginapan terdiri dari dua lantai dengan masing-masing lantai ada 20 kamar layaknya tempat kost anak kuliah.Tak ada meja resepsionist layaknya sebuah penginapan,hanya ada ibu setengah baya yang menjadi penjaga penginapan tersebut.Setelah memilih kamar yang disukai,maka teman saya melakukan pembayaran.
“Tarifnya untuk yang kamar lantai atas Rp. 30 ribu per 12 jam”,kata ibu penjaga itu.Teman saya agak terkejut,maklum saja kami memasuki penginapan tersebut ketika jam baru menunjukkan pukul 2 siang.Jadi kalau hitungannya 12 jam,maka teman saya mesti chek out sekitar jam 2 dini hari nanti.

Saya jadi teringat bahwa iklan yang terpampang memang tidak mencantumkan kata “per hari” tapi “semalam”.Tidak membohongi tapi cukup menyesatkan.Didorong rasa tidak enak karena takut mengecewakan teman,maka saya berusaha menawar,”Teman saya kan ambil kamar banyak,jadi tolong jangan dihitung pas 12 jam,tolong diberi diskon”.
Rupanya kata-kata saya cukup mujarab,teman saya mendapat potongan harga cukup lumayan dan saya pun bisa tersenyum lega.Setidaknya saya cukup sukses menjadi pemandu wisata dadakan.

Ketika keluar dari tempat tersebut,saya banyak melihat pasangan muda yang berdatangan.Saya pikir mereka mengunjungi teman yang sedang menginap tempat tersebut.Ternyata dugaan saya meleset.Malamnya teman mengirim sebuah pesan pendek,”Sha,penginapannya banyak jablaynya,lo sering menginap di sana ya..?”.Belum selesai saya baca sudah ada lagi pesan pendek yang masuk,”Anak-anak gw suruh di dalam kamar,habis di luar banyak yang berpelukan sambil cekikikan”.Saya tidak tahu mesti menjawab apa.Memang kebanyakan penginapan murah mencari penghasilan dengan menyewakan kamarnya untuk pasangan yang menginap secara short time.Dimana-manapun begitu adanya,entah di Jakarta,entah di Yogya.

Cukup sampai disini.............


Mobilisasi massa dalam partisipasi politik biasanya tidak lepas dari ikatan primordial yang meliputi golongan,agama,suku ataupun kedaerahan.Maka ketika berlangsung pemilihan umum masyarakat dengan sendirinya terkotak-kotak dalam pilihan masing-masing.

Seperti di kampung halaman saya yang baru saja terkena gempa,pilihan politik dalam pemilu sangatlah jelas.Sebagai sebuah tempat yang menjadi motor dari gerakan Muhammadiyah,maka kelahiran Partai Amanat Nasional yang dibidani oleh Prof DR M Amien Rais disambut dengan gembira.Maka ketika pemilu berlangsung,tanpa banyak komando dari atas,anak-anak muda telah bergerak untuk memobilisasi massa.Jangan dibayangkan seperti di perkotaan,untuk urusan kaos partai pun mereka membuat sendiri tanpa mesti menunggu dari pembagian partai.Dan mobilisasi massa itu pun tidak sia-sia rasanya,usaha yang cukup keras membuat salah satu warga berhasil menjadi anggota DPRD sekalipun hanya merupakan anggota pengganti antar waktu.

Partisipasi politik tentu mengharapkan sebuah imbalan.Dalam jangka panjang berupa terakomodasinya kepentingan rakyat dan dalam jangak pendek perhatian partai politik terhadap massa akar rumputnya.Apabila perhatian terhadap basis massa akar rumput tadi terlewatkan,maka kecewalah mereka.

Setidaknya demikianlah yang terjadi di kampung halaman saya.Begitu gempa bumi melanda,denyut kehidupan serasa berhenti.Hilangnya tempat tinggal,sanak keluarga yang sakit bahkan meninggal dan persediaan bahan makanan yang menipis membuat keadaan menjadi semakin kacau.Dalam keadaan seperti itulah,maka hanya bantuan dari pihak luarlah yang sangat diharapkan.Dan memang bantuan datang silih berganti.Ketika listrik hampir seminggu mati,maka ada pihak yang memberi bantuan genset.Bahan makanan,tenda,pakaian bekas datang silih berganti.

Maka banyak pihak dan banyak lembaga yang datang mendirikan posko dan memberikan bantuan di kampung halaman saya.Dan rupanya masyarakat pun mafhum siapa saja yang memberikan bantuan.Maklum saja mereka memberikan bantuan menggunakan organisasi masing-masing.Bukan hanya organisasi sosial saja yang mendirikan posko dan memberikan bantuan,namun organisasi politik pun bnyak yang datang memberikan bantuan dan mendirikan posko disana.

Hari-hari menjadi pembicaraan,partai ini menyumbang ini,atau partai anu menyumbang itu.Namun masyarakat merasa ada sesuatu yang ganjil,kemana Partai Amanat Nasional yang selama ini didukungnya?Ada memang sumbangan dari partai Amanat Nasional,namun dibanding dari Partai lain yang selaman ini perolehan suaranya di wilayah itu sangat kecil,sumbangan Partai Amanatlah Nasional sangatlah tidak seberapa.

Suara-suara sumbang pun mulai bermunculan,puncaknya adalah ketika anggota DPR Pusat berkunjung ke tempat halaman saya.Menjelang kedatangannya masyarakat ramai membicarakannya,mungkin saat inilah partai yang masyarakat dukung akan memberikan bantuan.Namun lagi-lagi masyarakat kembali kecewa.Ternyata itu hanyalah kunjungan biasa,yang tentunya membuat harapan masyarakat yang menggunung menjadi sirna.Maka kekecewaan yang ada pun berubah menjadi sebuah ancaman,”Pemilu depan tidak akan ada lagi dukungan untuk PAN”.Kekecewaan memang merubah segalanya,seperti juga seorang teman yang pemilu kemarin memilih untuk tidak mengikuti pemilihan umum,mungkin demikian juga yang akan dilakukan warga kampung halaman saya.

Thursday, October 26, 2006

Secara.......................

Belakangan saya mendengar sebuah kosa kata baru.Tidak benar-benar baru memang,Sebenarnya sebuah kosa kata lama namun digunakan dengan makna baru.Bermula dari ajakan saya terhadap teman satu komunitas untuk mengadakan kopdar,sebuah kebiasaan yang sering kami lakukan secara berkala,seorang teman berkata,”Secara rumah gw di Jakarta Timur,tolong dong tempat kopdarnya dicarikan di sekitar kawasan Senen”.

Begitu mendengar perkataan teman saya tadi,saya pikir itu cuma istilah yang sering dia gunakan sendiri saja.Ternyata,di kemudian hari saya menjadi semakin sering mendengar istilah tersebut.Penggunaan kata-kata itu meluas di kalangan yang menyebut dirinya sebagai anak gaul.Iseng-iseng saya menanyakan kepada seorang teman yang saya anggap juga anak gaul.

“Kok,sekarang banyak yang menggunakan kata ‘secara’ dalam pembicaraan,maksudnya apa seh?”.tanya saya.

“Secara itu artinya oleh sebab atau karena,pokoknya yang berhubungan dengan sebab akibat deh.Lu nggak gaul seh,kata-kata itu sudah lama adanya”,begitu teman saya menjelaskan.Wah,artinya menjadi berubah rupanya.

Kalangan remaja memang mempunyai bahasa tersendiri,bahasa gaul yang terasa pas di pakai dalam pergaulan sehari-hari.Belum lama berselang saya mendengar istilah ‘loading’ untuk menyebut seseorang yang lama berpikirnya atau para remaja sering menyebutnya dengan telmi atau telat mikir.Konon katanya istilah itu merujuk kepada istilah jeda waktu tunggu dalam game di komputer dimana ketika komputer memanggil program permainan itu monitor akan menampilkan tulisan ‘loading’.Dan biasanya proses loading itu memakan waktu agak lama.

Berbahasa Indonesia yang baik dan benar,demikian hal yang sering diungkapkan para pemerhati bahasa.Namun,meskipun kita telah mempelajari bahasa Indonesia ini sedari kecil dalam kenyataannya sangat susah untuk menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar.Bahkan tulisan ini sendiri pun masih belepotan kalau diukur dari penggunaan bahasa Indonesia baku yang baik dan benar.Keadaan ini hampir sama dengan bahasa Jawa.Bahasa Jawa yang dalam penggunaannya mempunyai tingkatan tertentu seperti Jawa ngoko dan kromo inggil terasa sulit dipelajari.Saat ini mulai susah ditemukan anak muda yang bisa menggunakan bahasa jawa kromo inggil untuk menjadi pembawa acara di perhelatan pernikahan misalnya.

Akhirnya kecenderungan menggunakan bahasa pergaulan sehari-hari terasa lebih menyenangkan.Apalagi ini diperkuat dengan kecenderungan tayangan-tayangan televisi menggunakan bahasa serupa seperti yang sering kita saksikan di iklan-iklan atau tayangan sinetron.Seperti seorang kemenakan saya yang terlonjak kegirangan ketika menyaksikan sebuah acara di televisi."Gue banget tuh...........",katanya.Temannya menimpali,"Embeeeerrr....".Lho...kok mirip bahasanya para waria.

Wednesday, October 25, 2006

Demo masih perlu juga...............


Konon tidak ada asap tanpa adanya api.Dengan kata lain pada sebuah peristiwa atau kejadian selalu ada sebab dari akibat.Entah sebab itu seperti yang diyakini orang kebanyakan atau ada sebab-sebab lain,yang jelas ketika akibat itu sudah hadir maka tudingan penyebab kejadian itu terlanjur diarahkan.

Sepulang dari silaturahmi lebaran,seorang teman begitu bersemangat bercerita kepada saya.Maklum saja,frekwensi pertemuan kami yang sangat minim membuat koleksi cerita teman saya tadi sangat banyak.Bermula dari kebijakan pemerintah tentang pemberian beras raskin,beras raskin adalah beras bantuan dari pemerintah yang diperuntukkan bagi masyarakat yang menderita rawan pangan,yang diterima kelurahan kami .Beberapa desa di kelurahan kami memang masih termasuk penderita rawan pangan.
“Masa Pak Lurah malah menjual beras raskin bantuan dari pemerintah”,kata teman saya,sebanyak 90 karung beras raskin dijual Pak Lurah”.
Seperti analis politik yang gemar berbicata soal moralitas,demikian juga teman saya tadi.
“Dari dulu saya memang tidak setuju kalau Pak H itu menjadi Lurah.Reputasinya waktu dia menjadi p**** sangat jelek”,kata teman saya melanjutkan.Saya hanya diam sembari menggeleng-nggelengkan kepala untuk memuaskan perasaannya.

“Kemarin”,teman saya melanjutkan ceritanya,”pemerintahan kelurahan mendapat bantuan untuk korban gempa bumi dari xxxxxx sebanyak Rp. 260 juta,masa masyarakat desa cuma dibagi 2 lembar kepang dan 2 batang bambu”.
Kepang adalah anyaman bambu yang biasa dipergunakan untuk dinding rumah tempo dulu.
”Berapa harga 2 lembar kepang dan 2 batang bambu?”,suara teman saya meninggi.Lalu teman saya mulai menghitung,berapa kepala keluarga yang menjadi korban gempa dan berapa uang yang diperlukan untuk membelikan kepang seluruh kepala keluarga yang terkena gempa.
“Uang bantuan itu telah menjadi “kendurian” di kantor keluarahan sana”,kata teman saya yakin.

Di lain hari,ketika saya berkunjung ke rumah saudara di lain desa,cerita seperti itu juga saya dengar.Ternyata cerita seperti itu sudah demikian berkembang di masyarakat.Semua orang sudah mendengar dan semua orang membicarakan.
“Mengapa tidak di demo saja?”,tanya saya.
“Sudah,Mas.Beberapa waktu lalu sekelompok orang mendatangi kelurahan,namun Pak Lurah kemudian memanggil polisi,akhirnya mereka bubar sendirinya,takut kalau berurusan dengan polisi”,kata orang tadi.
“Iya seh”,jawab saya pendek.

Ketika reformasi bergulir banyak orang yang menyebut bahwa negara ini telah menjalani kehidupan reformasi yang kebablasan.Di Jakarta demo-demo dilakukan secara silih berganti untuk memprotes sebuah kebijakan.Masing-masing elemen masyarakat merasa perlu ikut melakukan demo.Sampai tiba masanya,masyarakat mulai jenuh dengan demo.Demo identik dengan kerusuhan dan kesemrawutan.

Meski kecenderungan demo juga bukan merupakan kebiasaan yang baik,namun demo merupakan wujud dari komunikasi yang tersumbat.Realitanya sebuah pegaduan atau keberatan terhadap sesuatu hal tidak serta merta akan ditanggapi.Apalagi kalau keberatan itu hanya diajukan oleh sedikit orang.Seperti kejadian di atas,sifat ndableg,tidak mau mendengar omongan orang dan suka berbuat semaunya sendiri,membuat orang bertindak sewenang-wenang demi keuntungan pribadi.Kalau demikian,demo masih diperlukan,dong!.Ketika agama sudah tidak ditaati,peraturan dikesampingkan dan hukuman Tuhan bukan lagi sesuatu yang menakutkan ,maka hukuman massa yang gelap mata mungkin akan lebih efektif.

Tuesday, October 24, 2006

Lebaran di tengah keprihatinan............................

Kembali ke kampung halaman merupakan sebuah ritual yang membawa kesan tersendiri bagi setiap orang.Seperti Hitler yang dahulu kala mengumandangkan “Deustch Ubber Alles”,maka kebanggaan terhadap kampung halaman adalah sebuah hal yang tak terelakkan.Demikian juga halnya dengan saya.Ketika saya melakukan tradisi mudik lebaran,serpihan-serpihan kecil masa lalu pun kembali menyeruak.Tentang suasana kota Yogyakarta yang lebih menyiratkan keteduhan dibanding kota Jakarta,meski sebenarnya kalau soal suhu udara,Yogyakarta tak kalah panasnya dibandingkan dengan Jakarta.

Namun untuk tahun ini kenangan itu rasanya mulai lenyap di benak.Di perjalanan ingatan saya melayang kepada suasana kampung halaman yang berserakan dengan puing-puing akibat gempa bumi beberapa bulan lalu.Hari Raya Idul Fithri yang identik dengan hari kemenangan yang penuh dengan keceriaan harus dirayakan dalam suasana penuh keprihatinan.

“Bantul gumregah” demikian spanduk besar terlihat ketika saya memasuki kembali kampung halaman.Sebuah tekad agar masyarakat yang terkena gempa kembali bangkit semangatnya.Tidak banyak terlihat perubahan menyolok yang terlihat di kampung halaman saya.Di beberapa tempat, keadaan hampir sama dengan keadaaan berapa bulan lalu ketika gempa bumi baru saja menunjukkan kekuatannya.Yang membedakan adalah puing-puing bekas gempa sekarang sudah dibersihkan.Terlihat deretan tenda-tenda pengungsian.Tenda-tenda itu memang masih dipergunakan untuk tidur.Sebagian lagi membuat kamar ala kadarnya dengan sekat dari seng atau anyaman bambu.

Setelah beberapa bulan berselang,saya masih saja menitikkan air mata melihat keadaan seperti itu.Tak terbayang bagaimana orang-orang tua,anak-anak bahkan orang yang sakit mesti tinggal di tenda-tenda pengungsian.Terlalu sentimental memang.Atau mungkin juga karena melihat kondisi tempat tinggal saya yang sekarang rata dengan tanah.Pasca gempa tempat tinggal saya masih berdiri,namun karena dinilai mengkhawatirkan tingkat keamanannya untuk dijadikan tempat tinggal lagi,rumah tersebut saya robohkan.

Saya tahan agar air mata itu tidak menitik.Ketika anak-anak kecil berlarian menghampiri saya untuk berlebaran dan bersalaman,saya paksakan untuk tersenyum.Anak-anak yang tetap ceria dalam kondisi apapun.Tak terbayang risau di benak mereka.Anak-anak adalah permata jiwa.Setragis apapun sebuah peristiwa sepertinya tidak mampu mengotori suasana hati mereka.Pendar-pendar bahagia terlihat di bening rona mata mereka.

Kembali ke titik nol,mungkin demikianlah apa yang terjadi di tanah ini.Semua harus dimulai dari awal.Demikian juga dengan hari raya Idul Fithri ini.Setelah menjalankan ibadah puasa sebulan penuh ,maka momen Idul Fithri ini diharapkan sebagai titik awal jiwa yang bersih dan suci.Dengan demikian terjadi sinergi antara hati dan keadaan di sekelilingnya.Maka siang itu,di tengah terik matahari yang menyengat,hidangan hari raya dinikmati di bawah teduhnya pohon.Keceriaan tetap saja tidak hilang.Silaturahmi justru nampak semakin erat karena perasaan senasib sepenanggungan.Ketika berjabat tangan seorang Ibu membisikan sesuatu ke telinga saya,”Dalam segala hal kita kembali awal,semoga demikian juga dengan dosa-dosa kita”.Saya mengangguk.Saya cium tangannya sembari berucap,”Selamat hari raya Idul Fithri.Mohon maaf lahir batin”.

Untuk pembaca juga,apabila selama kita berhubungan,meski hanya lewat tulisan,kalau ada kata terucap yang tidak berkenan di hati saya ucapkan,”Selamat Hari Raya Idul Fithri.Mohon maaf lahir bathin”.

Sunday, October 22, 2006

Lebaran,musimnya bagi-bagi uang..............

Hari raya idul fitri yang disebut juga hari kemenangan dimaknai sebagai kemenangan kaum muslimin dalam mengekang hawa nafsu melalui ibadah puasa dan kembali ke fitrah suci sebagai manusia.Hari raya kemenangan tentu saja dirayakan dengan suka cita.Meskipun tidak ada korelasi langsung,namun perayaan hari kemenangan itu juga ditandai dengan baju baru,celana baru dan sajian makanan khas hari raya.Semuanya bermuara kepada sebuah tujuan agar hari raya yang dirayakan lebih semarak.

Entah siapa yang memulai,tapi hari raya juga identik dengan bagi-bagi uang.Ketika saya masih kecil,hal yang selalu saya nanti-nantikan adalah saat bersilaturahmi ke kerabat.Pada saat itulah ketika bapak dan ibu saya berpamitan pulang,maka kerabat tadi memberikan sedikit receh untuk saya.Ketika saya masih kecil,uang receh tersebut cukup besar bagi saya.Apalagi kalau uang receh itu dijumlahkan dengan yang saya dapa di kerabat-kerabat lain.

Di perusahaan pun demikian adanya.Ketika hari raya tiba,maka kantor mengeluarkan sejumlah uang insentif yang diberi nama tunjangan hari raya.Besarnya bervariasi tergantung kepada kemampuan keuangan masing-masing perusahaan.Namun ternyata,bukan hanya karyawan perusahaan yang bersangkutan saja yang ingin mendapatkan uang tunjangan hari raya.Sejumlah orang juga merasa punya hak untuk mendapatkannya.Meski orang tersebut tidak mempunyai hubungan dengan perusahaan tersebut,namun dengan sejumlah alasan maka orang tersebut pun merasa punya hak untuk mendapatkan uang tunjangan hari raya.

Seperti juga yang terjadi di kantor tempat saya bekerja.Menjelang lebaran,sejumlah orang dating ke kantor saya untuk meminta uang THR.Masing-masing punya kepentingan tersendiri.Ada yang mengatasnamakan RT,RW,Karang Taruna bahkan –maaf-aparat kelurahan.Mereka datang silih berganti.Terkadang diselingi pemandangan lucu,seseorang datang dengan muka kusut,mata merah dan dari mulutnya tercium bau alcohol,datang untuk meminta uang THR.Mereka menyebut dirinya sebagai orang yang membantu mengamankan lingkungan kantor tempat saya bekerja.Ujung-ujungnya pihak HRD yang memang ditugaskan kantor untuk menangani hal tersebut menjadi kewalahan.

Banyak sasaran yang bisa dimintai uang tunjangan hari raya selain kantor-kantor.Agen penjual tiket yang dianggap kelimpahan rejeki dari mereka yang mudik pun tak luput dari sasaran.Ketika saya tengah menunggu bus yang akan mengantar saya mudik di sebuah agen penjual tiket,nampak gadis penjual tiket itu sedang menyiapkan sejumlah amplop.Secara iseng saya bertanya,”Mbak,memang mau kondangan?Kok banyak benar amplop yang disiapkan?”.Gadis penjual tiket itu tersenyum lebar,”Bukan,Mas.Ini persiapan untuk orang-orang berseragam yang datang”.Gadis itu memasukkan selembar uang 50 ribuan ke masing-masing amplop.Meski gadis itu memasukkan uang tadi dengan cara menyembunyikan tangannya di bawah meja,tetap saja terlihat oleh saya,maklum saya berdiri persis di samping gadis itu.

Dan benar,tak selang berapa lama ada “orang-orang yang berseragan” yang datang.Mereka berbasa-basi sebentar dan ketika gadis itu mengulurkan amplop tadi,mereka pun pergi dengan senyum lebar.Dan rupanya cara memberikan uang tersebut pun tidak perlu dilakukan dengan sembunyi-sembunyi.Sejumlah orang yang berdiri di dekat saya tahu benar kalau orang-orang berseragam tadi menerima salam tempel dengan amplop mengintip di telepak tangan.Silih berganti orang-orang itu datang.Dan rupanya seragam yang dipakai pun bermacam-macam.Kalau sehari saja datang 20 orang berseragam,wah,banyak juga uang yang mesti disiapkan oleh agen penjual tiket tersebut.

Meminta sesuatu tentu harus dengan sejumlah alasan.Namun ada juga yang meminta sesuatu tanpa alasan.Seperti sejumlah preman yang gampang meminta uang dengan mencegat orang di jalan.Tak ada hak khusus dari preman itu untuk meminta uang kepada orang-orang di jalan.Dengan sedikit gertakan,maka biasanya orang menjadi ketakutan lalu buru-buru menyerahkan sejumlah uang yang diminta.Lalu,apakah orang-orang yang berseragam tadi seperti para preman juga?Tentu saja tidak.Orang-orang yang berseragan tadi tidak perlu menggertak kepada agen penjual tiket tadi.Hanya perlu sedikit menyeringai lebar,maka agen penjual tiket pun menjadi maklum adanya.Kata gadis penjual tiket itu,”Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah.Sekedar sedekah,Mas”.Lagi – lagi gadis itu tertawa lebar.Sedekah?Bukankah mereka tidak termasuk golongan fakir miskin?.Atau justru mereka memiskinkan dirinya sendiri dengan tingkah lakunya tersebut?

Friday, October 20, 2006

Bus "Sumber Alam"


Tanpa sadar saya menarik nafas panjang,ketika gadis penjual tiket bus jurusan Jakarta – Yogyakarta itu menyebutkan sejumlah angka.Sudah di duga dari tahun ke tahun harga selembar tiket bus menjelang lebaran akan merangkak naik.Meski demikian masih saja saya terkaget-kaget.Ketika sebagian masyarakat memilih mudik menggunakan sepeda motor,angkutan umum khususnya bus masih saja menerapkan kebijakan tiket mahal yang besarnya dua kali lipat dari hari biasa.Padahal pemerintah mengatur bahwa kenaikan ongkos angkutan umum tidak boleh melebihi kisaran yang telah ditentukan.

Di jalur selatan jurusan Jakarta – Yogyakarta ada sebuah perusahaan angkutan umum yang menjadi favorit masyarakat.Perusahaan tersebut adalah PO “Sumber Alam”.Dilihat dari fisik busnya,maka bus-bus yang dimiliki perusahaan angkutaan ini tidak tergolong istimewa.Keistimewaan bus ini adalah,ketika pada hari lebaran dimana angkutan bus lain cenderung menaikkan harga tiket 2 kali lipat dari harga hari biasa,maka bus Sumber Alam lebih senang menaikkan harga tiketnya sesuai rumusan yang di buat pemerintah.

Entah bagaimana rumusan yang dibuat oleh PO Sumber Alam,yang jelas PO Sumber Alam mampu melakukaan itu,dan tentunya PO Sumber Alam tidak merugi hanya karena menaikkan harga sesuai anjuran pemerintah.Sementara perusahaan angkutan umum yang lain cenderung membabi buta ,PO Sumber Alam lebih berani untuk tidak menaikkan harga semaunya.Dan yang mengherankan kebijakan dari pimpinan PO Sumber Alam ini ditaati para awak bus.Tidak pernah ditemukan awak bus meminta ongkos tambahan di atas bus,seperti yang sering terjadi selama ini.

Kalau PO Sumber Alam bisa menjual tiket angkutan umum sesuai dengan tuslag yang dibuat oleh pemerintah,kenapa PO yang lain tidak bisa melakukaan hal yang sama?Padahal efek dari tingginyaa tiket angkutaan umum jelang lebaran ini mestinya sudah dirasakan oleh para pemilik perusahaan bus.Lebaran kali ini penumpang bus turun tajam dikarenakan para pemudik lebih memilih mudik menggunakan sepeda motor yang ongkosnya lebih murah dibandingkan menggunakan bus.Mungkin pemilik perusahaan bus menunggu saat dimana tiba waktunya masyarakat mulai enggan menggunakan bus untuk mudik lebaran dan pada saat itulah para pemilik bus baru mau mengikuti tuslag yang dibuat pemerintah.

Thursday, October 19, 2006

Anak anak yang pergi tak pernah kembali..........................

Hari mulai menapak senja.Di jalanan nampak orang bergegas dengan masing-masing kesibukannya.Beberapa dari mereka tampak membawa barang-barang belanjaan yang besar.Ada juga yang membawa tas-tas ,nampak mereka baru saja melakukan sebuah perjalanan.Terlihat wajah-wajah lelah,namun menyiratkan perasaan puas dan lega.Hari ini kesibukan menyapu lengangnya kampung,maklum saja hari ini adalah satu hari menjelang lebaran.

Mbah Ratminah masih saja berdiri di beranda rumah.Pandangannya lurus ke jalan memasuki rumahnya.Ditatapnya satu persatu orang-orang yang lewat di depan rumahnya.Mbah Ratminah berharap ada salah satu wajah yang sangat dirindukannya,anak-anak tercintanya yang telah bertahun-tahun di rantau orang.Namun,sekali lagi Mbah Ratminah hanya menghela nafas.Tak satupun dari mereka yang lewat adalah orang yang sangat dirindukannya.Sesekali terdengar sapaan anak–anak tetangga yang baru pulang mudik.”Bagaimana kabar Hery,Yanti,Sri dan Nining”,desis Mbah Ratminah.”Mungkin mereka sudah mempunyai anak,kalau begitu aku sudah mempunyai cucu”,tanpa terasa mata Mbah Ratminah berkaca-kaca.

Mbah Ratminah tinggal sendiri di rumah itu.Sejak suaminya meninggal puluhan tahun silam,Mbah Ratminah sendirian menghidupi dan membesarkan anak-anaknya.Penghasilannya sebagai seorang Guru SD diupayakan cukup untuk membiayai kehidupannya bersama ke empat anaknya.Disiplin tinggi yang ditanamkan membuat anaknya terlatih hidup mandiri.Beruntung Mbah Ratminah mempunyai anak-anak yang cerdas.Hingga Mbah Ratminah memasuki pensiun,anak-anaknya pun mulus menempuh jenjang pendidikan dan mendapatkan pekerjaan.Mbah Ratminah sangat bangga dengan anak-anaknya.

Mbah Ratminah sangat sadar.Tidak selamanya anak-anak itu akan menjadi miliknya.Tugasnya sebagai Ibu adalah mengandungnya,merawatnya dan membesarkannya.Suatu saat anak-anak itu akan mempuanyai dunia sendiri.Maka ketika anak sulungnya,Heri diterima bekerja di sebuah BUMN di tanah Sumatera,Mbah Ratminah sadar,sudah saatnya Hery akan memasuki dunianya sendiri.Dan itu pertanda Hery akan berada jauh dari Mbah Ratminah.Dengan berat hati Mbah Ratminah melepaskan kepergian Heri.

Sejak saat itu,satu persatu anak-anak Mbah Ratminah mulai pergi memasuki dunianya sendiri.Satu persatu anak-anak perempuan Mbah Ratminah mulai dipersunting laki-laki.Jodoh dan nasib manusia merupakan misteri Tuhan.Dan misteri itulah yang kini menimpa Mbah Ratminah.Anak-anak perempuan Mbah Ratminah lebih memilih dipersunting laki-laki dari pulau seberang.”Pergilah,kamu harus berbakti kepada suami kamu”,begitu nasihat Mbah Ratminah kepada Yanti.Demikian juga hal yang dikatakan Mbah Ratminah kepada Sri dan Nining.Meski berat,Mbah Ratminah harus melepaskannya pergi.Anak-anak itu bukan miliknya lagi.

Di tahun-tahun pertama,surat-surat anaknya masih sering berdatangan.Menceritakan keadaan mereka di sana,menanyakan kabar Mbah Ratminah di rumah.Di akhir bulan,saat diman anak-anaknya sering berikirm surat,adalah saat-saat yang ditunggu Mbah Ratminah.Membaca surat dari anak-anaknya sama saja dengan mengenangkan terjal perjalanan yang telah mereka tempuh.”Anak-anak yang pintar dan cerdas”,kata Mbah Ratminah sembari menerawang.Rasanya baru kemarin anak-anak itu menjadi besar.

Namun sejak tiga tahun belakangan ini,surat-surat itu mulai jarang menyambangi Mbah Ratminah.Entah apa yang terjadi,ketika Heri mulai jarang berkirim surat,begitu juga yang dilakukan oleh Yanti,Sri dan Nining.Terkadang Mbah Ratminah berpikir bahwa sesuatu yang buruk menimpa mereka.Namun Mbah Ratminah menepis pikiran itu.”Anak-anakku adalah anak-anak yang kuat”,bisik Mbah Ratminah.

Menjelang lebaran,seperti halnya saat ini adalah saat yang sangat dirindukan Mbah Ratminah.Mbah Ratminah mengangankan dimana pada hari lebaran yang membahagiakan ini,seluruh anak-anaknya berkumpul di rumah bersama.Mbah Ratminah hanya bisa menatap iri,ketika melihat riuh rendah suasana lebaran di tetanggnya.Sedangkan di rumah Mbah Ratminah,sama seperti tahun-tahun yang lalu,Mbah Ratminah selalu merayakan lebaran sendirian.

Mbah Ratminah masih saja berada di beranda rumah. Berkali-kali matanya berkerjap-kerjap untuk menajamkan pandangan ketika hari sudah memasuki gelap. Dia masih saja berharap ada bayangan orang berkelebat memasuki halapaman depan rumahnya,entah itu Heri,Yanti, Sri atau Nining.Namun sampai hari menjadi gelap,tak satupun ada orang memasuki halaman rumahnya.

Allohuakbar....allohuakbar.........

Terdengar azan maghrib berkumandang,Mbah Ratminah tersentak,waktu berbuka puasa telah tiba.Mbah Ratminah perlahan menuju meja makan.Perlahan disendoknya semangkok kolak ,sesuap demi sesuap.Suasana sangat hening.Terdengar sayup suara petasan dan takbir dari speaker masjid.Mbah Ratminah melayarkan angannya dan terdampar dalam kesunyian yang amat panjang.