Photobucket - Video and Image Hosting catatan kecil birunya langit: Lebaran di tengah keprihatinan............................

Tuesday, October 24, 2006

Lebaran di tengah keprihatinan............................

Kembali ke kampung halaman merupakan sebuah ritual yang membawa kesan tersendiri bagi setiap orang.Seperti Hitler yang dahulu kala mengumandangkan “Deustch Ubber Alles”,maka kebanggaan terhadap kampung halaman adalah sebuah hal yang tak terelakkan.Demikian juga halnya dengan saya.Ketika saya melakukan tradisi mudik lebaran,serpihan-serpihan kecil masa lalu pun kembali menyeruak.Tentang suasana kota Yogyakarta yang lebih menyiratkan keteduhan dibanding kota Jakarta,meski sebenarnya kalau soal suhu udara,Yogyakarta tak kalah panasnya dibandingkan dengan Jakarta.

Namun untuk tahun ini kenangan itu rasanya mulai lenyap di benak.Di perjalanan ingatan saya melayang kepada suasana kampung halaman yang berserakan dengan puing-puing akibat gempa bumi beberapa bulan lalu.Hari Raya Idul Fithri yang identik dengan hari kemenangan yang penuh dengan keceriaan harus dirayakan dalam suasana penuh keprihatinan.

“Bantul gumregah” demikian spanduk besar terlihat ketika saya memasuki kembali kampung halaman.Sebuah tekad agar masyarakat yang terkena gempa kembali bangkit semangatnya.Tidak banyak terlihat perubahan menyolok yang terlihat di kampung halaman saya.Di beberapa tempat, keadaan hampir sama dengan keadaaan berapa bulan lalu ketika gempa bumi baru saja menunjukkan kekuatannya.Yang membedakan adalah puing-puing bekas gempa sekarang sudah dibersihkan.Terlihat deretan tenda-tenda pengungsian.Tenda-tenda itu memang masih dipergunakan untuk tidur.Sebagian lagi membuat kamar ala kadarnya dengan sekat dari seng atau anyaman bambu.

Setelah beberapa bulan berselang,saya masih saja menitikkan air mata melihat keadaan seperti itu.Tak terbayang bagaimana orang-orang tua,anak-anak bahkan orang yang sakit mesti tinggal di tenda-tenda pengungsian.Terlalu sentimental memang.Atau mungkin juga karena melihat kondisi tempat tinggal saya yang sekarang rata dengan tanah.Pasca gempa tempat tinggal saya masih berdiri,namun karena dinilai mengkhawatirkan tingkat keamanannya untuk dijadikan tempat tinggal lagi,rumah tersebut saya robohkan.

Saya tahan agar air mata itu tidak menitik.Ketika anak-anak kecil berlarian menghampiri saya untuk berlebaran dan bersalaman,saya paksakan untuk tersenyum.Anak-anak yang tetap ceria dalam kondisi apapun.Tak terbayang risau di benak mereka.Anak-anak adalah permata jiwa.Setragis apapun sebuah peristiwa sepertinya tidak mampu mengotori suasana hati mereka.Pendar-pendar bahagia terlihat di bening rona mata mereka.

Kembali ke titik nol,mungkin demikianlah apa yang terjadi di tanah ini.Semua harus dimulai dari awal.Demikian juga dengan hari raya Idul Fithri ini.Setelah menjalankan ibadah puasa sebulan penuh ,maka momen Idul Fithri ini diharapkan sebagai titik awal jiwa yang bersih dan suci.Dengan demikian terjadi sinergi antara hati dan keadaan di sekelilingnya.Maka siang itu,di tengah terik matahari yang menyengat,hidangan hari raya dinikmati di bawah teduhnya pohon.Keceriaan tetap saja tidak hilang.Silaturahmi justru nampak semakin erat karena perasaan senasib sepenanggungan.Ketika berjabat tangan seorang Ibu membisikan sesuatu ke telinga saya,”Dalam segala hal kita kembali awal,semoga demikian juga dengan dosa-dosa kita”.Saya mengangguk.Saya cium tangannya sembari berucap,”Selamat hari raya Idul Fithri.Mohon maaf lahir batin”.

Untuk pembaca juga,apabila selama kita berhubungan,meski hanya lewat tulisan,kalau ada kata terucap yang tidak berkenan di hati saya ucapkan,”Selamat Hari Raya Idul Fithri.Mohon maaf lahir bathin”.