Photobucket - Video and Image Hosting catatan kecil birunya langit: Demo masih perlu juga...............

Wednesday, October 25, 2006

Demo masih perlu juga...............


Konon tidak ada asap tanpa adanya api.Dengan kata lain pada sebuah peristiwa atau kejadian selalu ada sebab dari akibat.Entah sebab itu seperti yang diyakini orang kebanyakan atau ada sebab-sebab lain,yang jelas ketika akibat itu sudah hadir maka tudingan penyebab kejadian itu terlanjur diarahkan.

Sepulang dari silaturahmi lebaran,seorang teman begitu bersemangat bercerita kepada saya.Maklum saja,frekwensi pertemuan kami yang sangat minim membuat koleksi cerita teman saya tadi sangat banyak.Bermula dari kebijakan pemerintah tentang pemberian beras raskin,beras raskin adalah beras bantuan dari pemerintah yang diperuntukkan bagi masyarakat yang menderita rawan pangan,yang diterima kelurahan kami .Beberapa desa di kelurahan kami memang masih termasuk penderita rawan pangan.
“Masa Pak Lurah malah menjual beras raskin bantuan dari pemerintah”,kata teman saya,sebanyak 90 karung beras raskin dijual Pak Lurah”.
Seperti analis politik yang gemar berbicata soal moralitas,demikian juga teman saya tadi.
“Dari dulu saya memang tidak setuju kalau Pak H itu menjadi Lurah.Reputasinya waktu dia menjadi p**** sangat jelek”,kata teman saya melanjutkan.Saya hanya diam sembari menggeleng-nggelengkan kepala untuk memuaskan perasaannya.

“Kemarin”,teman saya melanjutkan ceritanya,”pemerintahan kelurahan mendapat bantuan untuk korban gempa bumi dari xxxxxx sebanyak Rp. 260 juta,masa masyarakat desa cuma dibagi 2 lembar kepang dan 2 batang bambu”.
Kepang adalah anyaman bambu yang biasa dipergunakan untuk dinding rumah tempo dulu.
”Berapa harga 2 lembar kepang dan 2 batang bambu?”,suara teman saya meninggi.Lalu teman saya mulai menghitung,berapa kepala keluarga yang menjadi korban gempa dan berapa uang yang diperlukan untuk membelikan kepang seluruh kepala keluarga yang terkena gempa.
“Uang bantuan itu telah menjadi “kendurian” di kantor keluarahan sana”,kata teman saya yakin.

Di lain hari,ketika saya berkunjung ke rumah saudara di lain desa,cerita seperti itu juga saya dengar.Ternyata cerita seperti itu sudah demikian berkembang di masyarakat.Semua orang sudah mendengar dan semua orang membicarakan.
“Mengapa tidak di demo saja?”,tanya saya.
“Sudah,Mas.Beberapa waktu lalu sekelompok orang mendatangi kelurahan,namun Pak Lurah kemudian memanggil polisi,akhirnya mereka bubar sendirinya,takut kalau berurusan dengan polisi”,kata orang tadi.
“Iya seh”,jawab saya pendek.

Ketika reformasi bergulir banyak orang yang menyebut bahwa negara ini telah menjalani kehidupan reformasi yang kebablasan.Di Jakarta demo-demo dilakukan secara silih berganti untuk memprotes sebuah kebijakan.Masing-masing elemen masyarakat merasa perlu ikut melakukan demo.Sampai tiba masanya,masyarakat mulai jenuh dengan demo.Demo identik dengan kerusuhan dan kesemrawutan.

Meski kecenderungan demo juga bukan merupakan kebiasaan yang baik,namun demo merupakan wujud dari komunikasi yang tersumbat.Realitanya sebuah pegaduan atau keberatan terhadap sesuatu hal tidak serta merta akan ditanggapi.Apalagi kalau keberatan itu hanya diajukan oleh sedikit orang.Seperti kejadian di atas,sifat ndableg,tidak mau mendengar omongan orang dan suka berbuat semaunya sendiri,membuat orang bertindak sewenang-wenang demi keuntungan pribadi.Kalau demikian,demo masih diperlukan,dong!.Ketika agama sudah tidak ditaati,peraturan dikesampingkan dan hukuman Tuhan bukan lagi sesuatu yang menakutkan ,maka hukuman massa yang gelap mata mungkin akan lebih efektif.