Photobucket - Video and Image Hosting catatan kecil birunya langit: Kritik atau sekedar mulut nyinyir.................?

Monday, February 19, 2007

Kritik atau sekedar mulut nyinyir.................?

Pada dasarnya kritik adalah sebuah saran untuk memperbaiki sebuah kebijakan atau langkah-langkah perjalanan sebuah organisasi,lembaga bahkan dalam perjalanan kehidupan manusia itu sendiri.Kritik juga merupakan bentuk pendapat dari sudut pandang berbeda yang diharapkan menjadi penyempurna dari kebijakan atau langkah-langkah tersebut agar nantinya segenap kesalahan yang dilakukan tidak terulang dan kebijakan berjalan lebih efektif dan tepat sasaran.Tentu saja ini semua berkaitan dengan sifat dasar kehidupan yang tidak pernah sempurna dan mesti selalu ada perbaikan dari waktu ke waktu.Agar lebih efektif kritik dilancarkan tanpa semangat untuk menyalahkan pihak lain dan tanpa merasa menjadi pihak yang paling benar.

Di masa Orde Baru,dimana kebebasan berpendapat tidak sepenuhnya bisa dinikmati,kritik menjadi sesuatu hal yang langka dan bak sebuah lentera di kepekatan malam.Kritik menjadi nuansa lain di tengah keseragaman pendapat yang terbungkus dalam musyawarah untuk mufakat.Tak heran kalau pada saat itu mereka yang berani melancarkan kritik sempat menjadi idola bagi sebagian kalangan.Dr. Sri Bintang Pamungkas adalah salah satu orang yang gemar melancarkan kritik terhadap kebijakan pemerintah di masa Orde Baru.Dia menjadi simbol dari semangat untuk mendobrak kebuntuan politik yang ada.Ketika Sri Bintang Pamungkas memutuskan masuk PPP,sebuah hal yang langka dimana PNS waktu itu menganut sistem monoloyalitas kepada satu kekuatan politik yaitu Golkar,maka kampanye PPP yang menampilkan Dr. Sri Bintang Pamungkas selalu dipenuhi pengunjung.

Masa reformasi ditandai dengan dibukanya kran kebebasan berpendapat.Maka pada saat itulah mulai banyak tumbuh penerbitan media pers.Sajian media cetak pun menjadi cenderung lebih berani dan lugas.Kritik tidak lagi menjadi sesuatu yang langka.Setiap hari kita menyaksikan silang pendapat terhadap sesuatu hal.Para pakar ekonomi,politik mendadak laris di media.Mereka lebih sering terlihat tampil baik di televisi atau pun media cetak.Kehadiran mereka menambah hiruk pikuk suasana dan terkadang cenderung lebih mendatangkan kebingungan karena analisisnya yang sering bersifat teknis dan tidak sepenuhnya dipahami masyarakat awam.

Lama-lama kritik bergeser fungsinya.Pertarungan antar kekuatan politik dalam memperebutkan berbagai macam kepentingan membuat kritik menjadi senjata lain yang bisa dipergunakan.Kritik tidak lagi berfungsi sebagai pengendali atau kontrol untuk menuju sebuah perbaikan.Tetapi kritik berubah menjadi sarana untuk memperlemah kekuatan lawan.Kritik berjalan tidak proporsional dan terkesan asal bunyi.Bahkan kemudian mulut kita menjadi nyinyir untuk gampang mengomentari langkah orang.Setiap langkah lawan politik dimata-matai untuk menemukan sebuah kesalahan yang bisa dijadikan sasaran tembak.

Mungkin masih ada yang ingat dengan sebuah kejadian di masa pemerintahan Megawati dengan Hamzah Haz sebagai Wakil Presidennya.Pada waktu itu rombongan Wapres terjebak dalam sebuah kemacetan di jalan Jendral Sudirman.Entah siapa yang berinisiatif,yang jelas tiba-tiba rombongan wapres memotong jalur dan menggunakan jalur busway.Esoknya peristiwa itu menjadi headline berita di beberapa surat kabar.Dikatakan rombongan Wapres menjadi contoh buruk dalam berdisiplin.Padahal Wapres sebagai orang pemerintahan nomor 2 memang mempunyai hak istimewa yang dijamin undang-undang,apalagi dalam kondisi darudat seperti itu.Terlalu berlebihan rasanya seandainya Wapres mesti menunggu berjam-jam antri dalam kemacetan lalu lintas sementara sejumlah agenda kenegaraan mesti segera dihadiri.

Belakangan ketika banjir menggenangi Ibu Kota,beberapa pihak yang mencoba peduli terhadap banjir justru menerima hujan kritik dan dituding mengeksploitasi korban banjir.Seorang calon bupati di Bekasi mesti gigit jari ketika bantuannya terhadap korban banjir dianggap sebagai kampanye terselubung.Presiden SBY yang berbasah –basah dengan meyeberangi genangan air di Kampung Melayu,dituding melakukan tebar pesona tanpa memberi solusi yang berarti.Sebuah produsen jamu yang memberi bantuan kepada para korban banjir justru dituding memanfaatkan para korban banjir sebagai sarana mendongkrak penjualan produk.

Kritik memang lain dengan mulut nyinyir.Kalau kritik bertujuan untuk memperbaiki keadaan,maka mulut nyinyir tak lebih sebuah tudingan penuh prasangka.Padahal setiap permasalah mesti diselesaikan dengan tindakan bukan hanya sekedar menganggap kecil upaya pihak lain yang nyata-nyata telah melakukan tindakan nyata.Mulut nyinyir lebih berbicara kepada sejauh mana kepentingan ego terwakili.Ketika kepentingannya tidak terwakili maka sejuta komentar akan dilancarkan.Namun ketika kepentingannya diakomodasi,mereka lebih memilih bungkam seribu bahasa.Perlukah sebuah tindakan baik dan bermanfaat mesti kita persoalkan niatnya?Entah benar mungkin si calon bupati tadi memang berniat berkampanye,atau entah si produsen jamu tadi memang niat berpromosi,toh pada dasarnya mereka memberikan bantuan yang memang nyata-nyata dibutuhkan para korban banjir.Mungkin,tidak perlu rasanya memberi komentar berlebihan apalagi dalam suasana duka akibat musibah bencana.Barangkali kita merasa selalu lebih hebat dari orang lain dan menjadikan mulut kita selalu nyinyir untuk berkomentar penuh prasangka.