Photobucket - Video and Image Hosting catatan kecil birunya langit: Kekalahan itu menyakitkan........................

Thursday, January 11, 2007

Kekalahan itu menyakitkan........................

Kekalahan selalu menyakitkan dan membutuhkan jiwa besar untuk menerimanya.Tidak gampang untuk menerima kekalahan dengan lapang dada.Sportifitas juga menyangkut bagaimana seseorang mematuhi aturan permainan yang berlaku.

Di babak 8 delapan besar kejuaraan sepak bola Piala Dunia 2006,pertandingan antara Australia vs Italia berjalan seru.Meski Australia tidak diperkuat pemain-pemain bintang,nyatanya Australia mampu mengimbangi permainan Italia.Ketika pertandingan hampir memasuki injury time,ketika hampir semua orang memperkirakan pertandingan akan berakhir draw dan memasuki perpanjangan waktu,tiba-tiba Fabio Grosso-bek sayap Italia- menggiring bola memasuki area kotak penalti Australia.Dengan serta merta seorang pemain belakang Australia mencegatnya.Pada saat itulah terjadi peristiwa yang tidak akan dilupakan oleh seluruh penduduk Australia.Fabio Grosso melompat dengan mengaitkan kakinya ke kaki pemain belakang Australia.Wasit menganggap itu pelanggaran keras di kotak penalti dan menunjuk titik putih memberikan tendangan penalti untuk Italia.Tentu saja pemain Australia melakukan protes karena Fabio Grosso melakukan diving dengan pura-pura jatuh.Lewat tayangan ulang di televisi jelas terlihat bahwa Fabio Grosso memang melakukan aksi tipuan.

Namun peraturan harus ditegakkan.Wasit sebagai otoritas pemegang keadilan di pertandingan itu harus dipatuhi.Dan ketika Fransesco Totti sukses mengeksekusi tendangan penalti,sejarah mencatat keberuntungan memang tidak berpihak ke Australia.Protes keras dilancarkan,Seluruh penduduk Australia mengutuk insiden itu.Maka ketika protes diajukan dan FIFA merespon dengan meminta maaf atas insiden tersebut,seorang pejabat PSSI-nya Australia mengatakan bahwa permintaan maaf itu tidak akan mengubah apapun.Australia sudah tersingkir dan Italia menjadi juara Piala Dunia 2006.

Sebagai seorang pengadil wasit ataupun juri,tidak luput dari kesalahan.Jauhnya jarak pandang dan respon otak untuk memberikan keputusan dengan cepat dan seketika peristiwa itu terjadi,membuat keputusan terkadang membuahkan kontroversi.Namun yang harus diingat adalah apapun bentuknya tim-tim bermain dalam kerangka aturan permainan itu sendiri dan keputusan wasit harus dipatuhi meskipun pahit.Protes yang dilancarkan adalah untuk memperbaiki system agar di kemudian hari ditemukan cara yang lebih baik untuk memperkuat pengamatan wasit.

Keputusan juri untuk sebuah kompetisi yang terukur mungkin lebih mudah.Kalau dalam sepakbola,tim yang lebih banyak membuat gol itulah yang menang.Lain lagi juri yang menilai sebuah kompetisi yang tak terukur.Festival film misalnya.Penilaian siapa sutradara terbaik,aktor terbaik dan lain-lain menjadi subyektif masing-masing juri.Dan seperti keputusan wasit dalam pertandingan Australia melawan Italia diatas,keputusan juri pada FFI 2006 pun mengejutkan banyak pihak.Ketika banyak kritikus film terpesona kepada film “Denias,Senandung diatas awan” dan “Berbagi Suami”,juri memutuskan film “Ekskul” sebagai pemenangnya.

Selalu ada ketidakpuasan dalam setiap keputusan.Namun ketidakpuasan dalam menyambut keputusan juri FFI 2006 ini sungguh luar biasa.Kompas tanggal 4 Januari 2006 memberitakan bahwa para pemenang Piala Citra FFI 2004 & 2006 ramai-ramai mengembalikan Piala Citra yang telah diraihnya sebagai protes terhadap keputusan juri tersebut.

Kebebasan mengeluarkan pendapat memang telah memasyarakat di negara kita.Demo dan gerakan massal dengan segala perniknya dianggap efektif untuk mengeluarkan pendapat.Mengeluarkan pendapat secara massal dianggap memiliki daya tawar kuat dan merupakan representasi pendapat kebanyakan orang.Maka kalau para insan film memilih mengembalikan Piala Citra secara beramai-ramai,tentu saja dalam kerangka memberikan tekanan yang efektif terhadap para juri.Meskipun tekanan yang diberikan dengan cara yang aneh dan terkesan merendahkan FFI yang sebenarnya merupakan pestanya insan film sendiri.Aneh karena dilakukan belakangan setelah FFI 2006 sudah lama berakhir dan merendahkan FFI itu sendiri karena mengembalikan Piala Citra yang telah diraih.

Seandainya protes diajukan bukan dalam kerangka menjatuhkan sesama insan film tapi untuk perbaikan penyelenggaraan,barangkali bukan begitu caranya.Saatnya kita memasuki periode dimana masing-masing orang merasa paling benar sendiri.Setelah mata kita menjadi lelah oleh pro kontra poligami yang masing-masing seolah memegang klaim kebenaran,maka insan film pun merasa lebih benar dan lebih bisa menilai seperti apa sebuah film yang lebih layak menjadi pemenang.Memang sulit untuk menerima sebuah kekalahan.Ketika para insan film itu menyebut gerakan mereka sebagai kesadaran politik,mungkin mereka meniru keadaan di sekitar,kesadaran berpolitik dalam ketidak sadaran.Akibatnya yang ada hanyalah kesemrawutan tanpa hasil dan tanpa tujuan bermanfaat.