Photobucket - Video and Image Hosting catatan kecil birunya langit: Entah kedok apa yang saya kenakan.................

Wednesday, December 20, 2006

Entah kedok apa yang saya kenakan.................

Kecurangan dan tipu daya telah ada semenjak jaman dahulu.Kitab suci dari masa lampau banyak mengisahkan bagaimana Yahuza,salah seorang sahabat Nabi Isa as,berusaha memperdayai dan mengkhianati Nabi Isa as dengan memberitahukan keberadaannya kepada tentara Romawi.Bahkan jauh sebelumnya di masa orang pertama di bumi,Nabi Adam as,Qobil berusaha memperdayai Habil saudaranya sendiri agar persembahannyalah yang paling diterima Tuhan.Jadi kalau pun segenap tipu daya dan kecurangan ada sampai sekarang,itu merupakan benih masa lampau yang sekarang telah berkembang sedemikian rupa tehnik dan variasinya.

Entah sejak kapan persisnya saya menjadi begitu waspada.Setidaknya sebagai sebuah perisai agar saya tidak menjadi korban tipu daya dan kecurangan.Mungkin setelah berada di kota metropolitan inilah saya menjadi lebih berhati-hati.Kondisi lingkunganlah yang telah membentuknya.Ketika orang yang telah berkelakuan ramah terhadap saya,ternyata mempunyai maksud lain di balik keramahannya.Ketika teman seperjalanan dalam bus ternyata mencopet dompet kita.Ketika orang begitu gampangnya menyingkirkan etika dengan melakukan penipuan bahkan terhadap temannya sendiri.Ketika sebuah aktivitas diukur dari hasil akhir berupa uang tanpa memperdulikan aturan dan norma.

Sampai suatu saat ketika kewaspadaan dan sikap hati-hati saya setara dengan kondisi “siaga I”,saya menjadi gagal melihat ketulusan orang lain,ketika sebenarnya ketulusan itu benar-benar hadir di depan saya.Bermula dari rencana penjualan sebuah warnet di kawasan Yogya,adik saya menjadi salah satu pembeli yang paling serius dan paling berminat.Ketika transaksi pembelian itu berlangsung,saya kebetulan sedang berkunjung ke kota itu.Mengetahui hal tersebut, benak saya langsung dipenuhi dengan pikiran-pikiran untuk terhindar dari kecurangan sebuah transaksi penjualan.Sangat wajar sebenarnya,apalagi hal tersebut menyangkut uang yang tidak sedikit,setidaknya menurut saya.

Maka ketika transaksi tadi benar-benar terjadi dan sejumlah uang telah dikirimkan melalui mekanisme transfer,maka saya memaksa adik saya menemui si penjual untuk segera membuat semacam berita acara serah terima barang.
“Orangnya tinggal di luar kota,tidak mungkin membuat serah terima barang malam ini”,kata adik saya.
“Ini menyangkut uang yang tidak sedikit soalnya,jangan sampai uang sudah di transfer,mendadak orangnya kabur”,kata saya mencoba menyakinkan.

Mungkin sekedar untuk menenangkan saya,adik saya pun membawa saya menemui temannya yang memang dipercaya menangani transaksi tersebut.Dan memang benar mereka berteman akrab sejak lama,bukan kenal karena transaksi jual beli ini.Meski demikian saya masih saja belum percaya,toh sudah banyak kejadian seorang teman tega menipu temannya.Rupanya teman adik saya tersebut membaca kekhawatiran saya,
“Mas,setidaknya saya menunggu konfirmasi dulu dari pemiliknya,kalau transfer sudah diterima di rekeningnya,maka pagi-pagi kunci langsung saya serahkan”.

Dan ketika pagi-pagi kunci itu benar-benar diantar ke rumah,saya merasa gagal membedakan ketulusan dan kepura-puraan.Entah apakah kepekaan saya terhadap ketulusan sudah berkurang ataukah karena sedemikian terbiasanya melihat sebuah kepura-puraan.Ketika sebuah penampilan hanyalah kamuflase lain dari sebuah maksud dan tujuan,maka saya menjadi terbiasa melihat seolah-olah setiap orang hadir dengan kedoknya masing-masing.Adik saya masih saja berbincang dengan temannya tadi.Masih ada ketulusan sebuah persahabatan yang hadir diantara mereka.Apa adanya dan tanpa kedok-kedok yang menutupinya.Saya meraba muka saya,jangan-jangan justru saya yang hadir berkedok diantara mereka.Jangan-jangan saya yang telah melupakan luhurnya sebuah ketulusan terkubur sikap skeptis dan sinisme sebuah perilaku.Jangan-jangan saya pun telah pintar berpura-pura….