Photobucket - Video and Image Hosting catatan kecil birunya langit: Badut-badut.................................

Friday, January 19, 2007

Badut-badut.................................

Ada dua cara untuk memperbaiki segala sesuatu yang dianggap rusak.Pertama adalah mencari dimana letak kerusakan itu sendiri untuk kemudian memperbaikinya.Yang kedua adalah membuang barang rusak tersebut dan menggantinya dengan yang baru dengan anggapan biaya memperbaiki barang rusak tersebut sama besarnya dengan biaya yang dikeluarkan untuk membelinya.Namun,seandainya barang itu rusak dan biaya memperbaiki ataupun mencari pengganti yang baru tidak tersedia,maka membiarkannya menjadi barang rongsokan adalah alternatif lain.

Dalam sebuah sistem kehidupan bernegara,para penganut nihilisme lebih menyukai untuk menumbangkan pemerintahan sah yang dianggap menyimpang dibandingkan dengan memperbaiki pemerintahan yang dianggap menderita komplikasi penyakit kronis.Masih segar dalam ingatan,bagaimana pemerintahan Orde Baru yang dianggap sudah lekat dengan berbagai penyakit berbahaya,dianggap tidak layak untuk diperbaiki.Maka tawaran pembentukan Komite Reformasi oleh Soeharto –presiden kala itu- dianggap angin lalu,bahkan beberapa tokoh yang ditunjuk oleh Soeharto untuk duduk di komite itu secara terang-terangan menolak untuk ikut bekerjasama.Pada waktu itu,satu-satunya jalan yang dianggap bisa memperbaiki keadaan adalah menurunkan Soeharto dan mengganti pemerintahan yang ada.Pada akhirnya,Soeharto memang mundur karena desakan demonstrasi yang tidak ada habisnya.Sebuah keputusan yang disambut dengan gembira,karena saat itulah diyakini Indonesia akan memasuki sebuah era baru yang membahagiakan.

Euforia itu hanya berlangsung sesaat.Indonesia memasuki masa yang kacau balau.Demonstrasi demi demonstrasi terjadi dimana-mana.Selalu saja ada hal-hal yang bisa dipertentangkan.Setiap ada demonstrasi yang anti terhadap kebijakan atau figure tertentu,maka keesokan akan ada demonstrasi tandingan yang mendukung kebijakan tersebut.Bahkan dua pihak yang pro dan kontra tadi bisa saja bertemu dalam sebuah kesempatan yang biasanya menjadi sebuah pertikaian terbuka.Pada saat itu disanyalir berkembang sebuah bisnis jasa penyedia massa untuk melakukan demonstrasi.

Tidak hanya itu saja,harga kebutuhan pokok melambung tinggi.Daya beli masyarakat menurun tajam.Bahkan tingginya harga kebutuhan pokok dibarengi dengan kelangkaan barang.Kalau sebelumnya kita hanya menyaksikan di televisi masyarakat dari negara miskin Afrika yang mengantri kebutuhan pokok,maka di era reformasi justru rakyat negara kitalah yang giliran membentuk barisan pengantri kebutuhan pokok.Maka pada saat itulah era reformasi diplesetkan menjadi era “repotnasi”.Anehnya itu semua tidak menjadikan mereka yang berperan dalam permainan politik di era itu menjadi menajamkan empatinya terhadap apa yang dialami masyarakat banyak.Yang terjadi adalah mereka lebih banyak bersitegang mempertahankan pendirian dan kepentingan masing-masing.Saat itu tontonan televisi penuh dengan tayangan akrobatik perseturuan yang membosankan.

Kalau kemudian di saat sekarang masih ada yang tega mewacanakan “cabut mandat” terhadap SBY- JK yang dapat diartikan sebagai upaya menurunkan pemerintahan SBY-JK,maka masihkan mendatangkan manfaat bagi rakyat banyak.Tak dapat dipungkiri bahwa pemerintahan SBY-JK memang tidak seperti yang diharapkan sebelumnya.Namun menurunkan SBY-JK di luar perundangan yang ada hanya akan menambah deratan kekacauan yang pada ujungnya akan menambah kesengsaraan rakyat banyak.Padahal SBY-JK yang merupakan hasil pemilihan umum secara langsung adalah hasil reformasi dari produk UU sebelumnya.

Pada dasarnya masyarakat awam sudah bosan dengan pertikaian untuk perebutan kekuasaan,entah dengan para pemain politik yang jago melakukan tekanan politik dengan melakukan demonstrasi-demonstrasi.Bagi mereka arena politik mungkin hanya semacam permainan.Permainan untuk mengukur kemampuan diri sejauh mana kekuatannya mampu mengubah konstelasi politik nasional.Mereka menebar wacana untuk menuju sesuatu yang entah,sesuatu yang mungkin mereka sendiri susah untuk mendeskripsikannya.Kalau hanya untuk menuju ke sesuatu yang tidak jelas,untuk apa mewacanakan dan mengajak semua orang dalam sebuah gerakan “cabut mandat”?.Apabila rakyat kecil telah banyak yang masuk jurang kesengsaraan akibat revolusi yang mereka korbankan,akankah mereka juga merasakan akibatnya?.Mereka tetap saja berdiri di bibir jurang dan kembali sibuk mewacanakan bahwa revolusi butuh pengorbanan.

Saya teringat sebuah lagi dari Swami tempo dahulu yang cocok menggambarkan sepak terjang mereka yang gemar bermain-main politik:

Dut….badut..badut..badut..jaman sekarang….
Mong…ngomong….ngomong..sembarangan….
Di televisi..di koran-koran…di dalam radio…


Bosan ah……………