Photobucket - Video and Image Hosting catatan kecil birunya langit: Seandainya lebih ramah...................

Wednesday, November 22, 2006

Seandainya lebih ramah...................

Malam belum sepenuhnya larut.Di depan pasar Tanah Tinggi,Tangerang masih menyisakan lalu lalang kendaraan para commuter sepulang kerja dari Jakarta.Seperti biasanya di depan Pasar Tanah Tinggi tersebut,kesibukan para pedagang sudah dimulai.Sejumlah kendaraan pengangkut sayuran nampak keluar masuk pasar.Mendadak hiruk pikuk di pasar tersebut terusik.Dooorrrrr………sesosok tubuh roboh dan tewas di tempat.Sebelum orang-orang menyadari apa yang terjadi,seorang pengendara sepeda motor memacu kendaraannya meninggalkan sesosok tubuh rebah bersimbah darah.Sesosok tubuh yang rebah tersebut adalah Brigadir Polisi Devi Susandi,anggota unit kejahatan dan tindak kekerasan Polresta Tangerang.Brigadir Polisi tersebut menjadi korban penembakan orang tak dikenal.

Terlepas dari masalah apa yang melatarbelakangi peristiwa tersebut,yang jelas kita sangat berduka cita atas musibah yang menimpa Brigadir Polisi Devi Susandi.Namun ada satu hal yang mengganjal di benak saya ketika berbicara tentang aparat kemanan negara baik itu dari angkatan kepolisian ataupun dari angkatan bersenjata.Aparat keamanan negara belum bisa tampil sebagai pengayom masyarakat dengan wajah teduhnya.Yang sering kita lihat justru adalah wajah sangar dengan mengedepankan otot yang terkadang lebih mengesankan sosok sebagai jagoan.Sebuah cara pendekatan kepada masyarakat yang mestinya dirubah seiring dengan reformasi yang sedang dijalankan.

Belum lama berselang,di televisi ramai diberitakan,di Surabaya warga beramai-ramai mengepung rumah seorang perwira.Pengepungan rumah bermula dari pemukulan sang perwira terhadap seorang bocah remaja yang bekerja di rumah perwira tersebut.Mungkin sang perwira lupa,bahwa melampiaskan kekesalan tidak serta merta harus dilakukan dengan pemukulan,karena bagaimanapun juga pemukulan adalah tindak kejahatan.

Emosi memang bisa melupakan akal sehat.Di jalanan pernah saya saksikan aksi koboi oknum aparat.Sore itu jalan raya menjelang terminal Kalideres macet parah.Sebuah kondisi yang sebenarnya tidak terlalu mengagetkan,karena memang di tempat tersebut setiap hari dilanda kemacetan.Namun sore itu macetnya benar-benar parah.Kendaraan maju sedikit demi sedikit.Penasaran ingin tahu apa penyebabnya,perlahan-lahan saya berhasil menyodok ke depan.Rupanya ada sebuah kendaraan angkotan kota jurusan Kutabumi – Kalideres yang tidak bisa bergerak maju.Sebuah kendaraan Mega Pro yang menghalangi angkotan kota tersebut.Ternyata sang sopir sedang bersitegang dengan seorang oknum berseragam.Nampak sang oknum berseragam sedang mencengkeram kerah baju sang sopir.Mungkin sang oknum berseragam itulah pemilik Honda Mega Pro yang menghalangi angkutan kota tersebut.Entah apa yang telah dilakukan sang sopir sehingga membuat sang oknum berseragam marah besar.Tak banyak orang yang mau ikut campur selain menonton insiden tersebut.”Bukannya minggir dulu…..”,keluh beberapa orang.

Benarkah tidak ada cara lain untuk menyelesaikan masalah dengan pendekatan yang lebih manusiawi misalnya.Kekasaran akan menjadi sebuah kebiasaan kalau sering dilakukan.Lama-lama kekasaran akan dirasakan sebagai sebuah hal yang biasa,meskipun bagi orang lain yang menerima kekasaran itu dianggap bukan hal yang biasa dan bisa saja menimbulkan sakit hati.Suatu hari sehabis berkunjung ke rumah teman,tiba-tiba ban motor saya kempes.Berhubung saya tidak begitu mengenal daerah tersebut,saya turun dari kendaraan dan mencari barangkali masih ada tukang tambal ban yang buka.Maklum saja hari sudah hampir memasuki tengah malam.Di tengah kebingungan saya tiba-tiba ada bentakan keras dari sebuah mobil yang lewat,”Heeeh……….lu mau maling,.celingak celinguk…”.Rupanya serombongan patroli polisi sedang lewat.Buru-buru saya meminggirkan badan saya karena mobil tersebut memakan bahu jalan dan melaju cukup kencang.Saya hanya bisa mengelus dada.”Mulutnya belum pernah masuk sekolah kali..”,batin saya.

Tidak dapat dipungkiri sungguh berat menjadi aparat kemanan negara.Konon gaji yang diterima sangatlah kecil.Meski bukanlah sebagai alasan pembenaran,namun kemudian kita sering mendengar aparat kemanan negara menjadi otak kejahatan kriminal.Seperti pada kasus perampokan uang ATM BCA yang baru saja terungkap.Disamping itu pekerjaan sebagai aparat kemananan negara mengandung resiko yang tinggi.Apalagi bekerja di unit kriminal yang selalu bersinggungan dengan para pelaku kejahatan.Resiko kematian selalu mengiringi.Mungkin karena itulah aparat kemanan gampang tersulut emosinya.Ataukah mungkin karena bersenjata,maka selalu terbersit keinginan untuk selalu ditakuti orang?Sebenarnya lebih enak mana ditakuti banyak orang atau disayangi banyak orang?